AMAL BAKTI NAHDLATUL ULAMA
Oleh : IRA
SUSILAWATI
A. Mabadi'
Kharra Ummah
Sejak
berdiri pada tahun 1926 NU menempatkan kepentingan masyarakat islam sebagai
orientasi besar gerakannya. cita-cita tersebut secara sistematik
terformulasikan dalam mabadi' khaira ummah. secara itimologi mabadi' khaira
ummah terdiri dari tiga kata bahasa arab. pertama mabadi' yang artinya
landasan, dasar dan prinsip. Kedua khaira yang artinya yang terbaik, ideal.
ketiga ummah yang artinya masyarakat dan rakyat. sedangkan secara epistomologi,
mabadi' khaira ummah adalah prnsip-prinsip yang digunakan untuk
mengupayakan
terbnetuknya tatanan kehidupan masyarakat yang ideal dan terbaik, yaitu
masyarakat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar ma'ruf nahi mungkar. Allah berfirman,
jadilah engkau sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk menusia mengajak
kebaikan dan mencegah keburukan. dan beriman kepada Allah.[1]
Ide
NU untuk mewujudkan masyarkat ideal dan terbaik (khaira ummah) sebenarnya telah
diupayakan sejak tahun 1935. pada saat itu para tokoh NU berpendapat bahwa
proses pembentukan masyarakat yang ideal dan terbaik dapat dimulai dengan
menanamkan nilai-nilai al-shidiq (kejujuran), al-wafa' bi al-ahd (komitmen) dan
al-ta'awun (komunikatif dan solutif) tiga perinsip dasar itu kemudian disebut
mabadi' khaira ummah dan menjadi program kerja organisasi.
Lima
perinsip mabd' khaira ummah di atas merupakan metodologi khas ulama pesantren.
hal ni tentu bagian dari watak otentik NU yang selalu dipandang mempunyai irama
dan tempo perubahan sendiri.
Mabadi'
khaira ummah merupakan jalan panjang bagi terwijudnya obsesi warga nahdiyyin
untuk menjadi ummat terbaik (khaira ummah) yang dapat berperan positif di
tengah-tengah masyarakat bagi terbnetuknya tatanan khaira ummah atau dalam
konteks kekinian di kenal dengan istilah masyarakat madani.[2]
Dalam
tatanan implementasi mabadi' khaira ummah sngat berkaitan dengan konsep amar
ma'ruf nahi mungkar sebagai mana dimaklumi istilah amar ma'ruf nahi mungkar
pertama kali diperkenalkan Al-Qur'an dalam surah al-a'raf ayat 157.
"memerintahkan mereka kepada yang ma'ruf dan mencegah mereka dari yang
mungkar, menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharamkan atas mereka
yang jelek-jelek".
Artinya
konsep amar ma'ruf nahi mungkar merupakan instrument gerakan NU sekaligus
barometer keberhasilan mabadi' khaira ummah sebagai sebuah karakter kaum
nahdiyyin sehingga terbentuknya masyarakat madani (kkharira ummah) sangat
dipengaruhi oleh sejauh mana kaum nahdiyyin mampu mengimplementasikan amar
ma'ruf nahi mungkar. maka komunitas yang
ternasuk dalam klasifikasi khara ummah adalah kelompok yang mampu melakukan
amar ma'ruf nahi mungkar di samping juga sifat-sifat yang lain. sebaliknya
upaya amar ma'ruf nahi mungkar secara benar akan dapat mewujudkan masyarakat
madani.[3]
B. Ukhuwwah
Nahdiyyah
Spesifikasi
kaum nahdiyyin yang sangat menonjol adalah sikap kebersamannya yang tinggi
dengan masyarakat di sekelilingnya. Kaum nahdiyyin merasa bahwa dirinya
merupakan bagian dari masyarakat, mulai dari struktur yang terkecil hingga yang
terbesar. Kaum nahdiyyin mampu menempatkan manusia kepada kedudukan yang sama
di hadapan allah, sebagaimana firman Allah, " wahai manusia, sungguh kami
ciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kalian
berbangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sungguh orang paling mulia
di antara kalian di susi allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah maha
mengetahui dan maha mengenal.[4]
Dikalangan
internal NU, ketegasan Al-Qur'an dan hadis telah memberikan inspirasi besar
sehingga menempatkan isu ukhuwah, persatuan dan kesatuan sebagai titik tekan
pertama dan utama.[5] Sikap dan
moralias yang tinggi ini erupakan implementasi dari konsep persaudaraan NU yang
dkenal dengan ukhuwah nahdiyyah, landasan
lain dari ukhuwah nahdiyyah adalah pendapat kh hasyim asy'ari yang menegaskan
bahwa persatuan, ikatan batin, tolong enolong dan kesetiaan antara manusia dapat
melahirkan kebahagiaan serta factor penting bagi tumbuh kembangnya persaudaraan
dan kasih saying. Konsepsi ukhuwah nahdiyyah juga merujuk kepada mukadimah AD/ART
NU yang secara umum dinyatakanbahwa NU perlu mengembangkan ukhuwah islamiyyah
yang mengemban kepentingan nasional demi terciptanya sikap saling pengertian,
saling membutuhkan dan perdamaian dalam hubungan antar bangsa.[6]
Secara
etomologi ukhuwah nahdiyyah berasal dari dua kata bahasa arab ukhuwah yang
artinya persaudaraan dan nahdiyyah yang artinya perspektif kelompok NU. Secara
epistomogi ukhuwah nahdiyyah adalah formulasi sikap persaudaraan, kerukunan,
persaturan dan solidaritas yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain atau
suatu kelompok pada kelompok lain dalam interksi social yang menjunjung tinggi
prisip-prinsip ahlusunnah wal jama'ah. Kesejatian ukhuwah nahdiyyah akan semakin
meneguhkan dan meningkatkan kualitas kaum nahdiyyin seta makin meningkatkan
kontribusi terbaiknya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menurut
KH Muchit Muzadi, ukhuwah nahdiyyah merupakan formulasi atas tiga konsepsi
persaudaraan dalam skala terbatas yang merupakan penjabaran dari konsep ukhuwah
islamiyyah dalam skala besar.[7]
Dalam
redaksi lain, tri ukhuwah yang dikenal di kaangan nahdiyyin berakar pada konsep
yang perama. Yaitu ukhuah islamiyyah, artinya persaudaraan, kerukunan,
berdsarkan ajaran agama islam.[8]
ketiga konsep persudaraan dalam erspektif kaum nahdiyyin tersebut adlah
pertama, ukhuwah islamiyyah, yaitu persaudaraan antar pemeluk agama islam.
menurut KH muchit muzadi, NU berpandangan bahwa kehidupan manusia sangat
dipengaruhi oleh ikatan kesamaan agama, bangsa / bernegara dan kejadian
manusia. sehingga islampun mengatur hubugnan antar sesame pemeluk islam agar
terwujud persaudaraan dan kerukunan yang berdsarkan saling pengertaian dan
mengormati internal umat islam.[9]
Ukuwah
umat Islam adalah upaya menumbuhkembangan persaudaraan dengan berlandaskan
kepada kesamaan akidah atau agama. karena itu bentuk persaudaraan ini tidak
dibatasi oleh wilayah, kebangsaan atau ras, seluruh umat islam di seluruh dunia
adalah saudara. tata hubungan dalam ukhuwah islamiyyah menyangkut islamiyyah
adalah tumbuhnya persaudaraan haiki yang stabil dan sepanjang masa.
Kedua,
ukhuwah wathaniyyah yaitu persaudaraan antar sesame bangsa. pada diri manusia
perlu ditumbuhkan persaudaraan yang berdasarkan atas kesadaran berbangsa dan
bernegara. seluruh bangsa Indonesia adalah saudara setanah air. tata hubungan
ukhuwah wathaniyyah menyangkut hal-hal yang bersifat social budaya. ukhuwah
wathaniyyah merupakan spirit bagi kesejahtraan kehidupan besama serta
instrument penting bagi proses kesadaran sebuah bangsa dalam mewujudkan
kesamaan derajat dan tanggungjawab.
Ketiga,
ikhuwah insaniyyah, yaitu persaudaraan sesame umat manusia. manusia mampunyai
motifasi dalam menciptakan iklim persaudaraan hakiki yang tumbuh dan berkembang
atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat unifersal. seluruh manusia di dunia
adalah saudara. tata hubungan dalam ukhuwah insaniyyah menyangkut hal-hal yang
berkaitan dengan martabat kemanusiaan untuk mencapat kehidupan yang sejahtera,
adil dan damai. ukhuwah insaniyyah bersifat solidaritas kemanusiaan.
Karena
itu bagi kaum nahdiyyin, secara teoritik maupun doctrinal. Prinsip ukuwah telah
diyakini sebagai keniscayaan hidup. Jika nilai ukhuwah tidak tampak di
permukaan berarti ada factor luar yang mengahambat dan hal itu dapat terjadi
pada kelompok manapun, seperti kedangkalan atas islam, pola piker sempit,
fanatic buta, sectarian, rendahnya intenitas silaturrahmi dan dialog terbuka,
degradasi moral, dan minimnya keteladanan.[10]
C. Qaidah
Fiqhyyah Sebagai Dasar Pembentukan Nahdiyyin
Sebelum
NU dilahirkan, telah terjadi dialog sangat panjang antara budaya local vesus
nilai islam di tengah-tengah umat islam NUsantara hingga terwujud menjadi
tradisi baru yang membumi. Kelompok islam ini menyatu dalam pola piker dan
referensi tradisi social keagamaan.[11]
Sehingga
kelahiran NU merupakan aktualitas dari progresifitas arus besar umat islam di
Indonesia. Maka deklarasi NU pun yang dilakukan pada tanggal 30 januari 1926
atau 16 rajab 1344 H. Mendapat sambutan luas masyarakat islam.[12]
Dasar
pembentukan perilaku etik kaum nahdiyyin yang bercirikan sikap tawasuh,
tawazun, tasamuh dan i'tidal merupakan implementasi dari kekukuhan mereka dalam
memegang perinsip-perinsip keagamaan (qaidah fiqhiyyah) yang dirumuskan oleh
para ulama klasik. Di antara prinsip-prinsip keagamaan tersebut adalah al-adah
al-muhakkamah artinya: sebuah tradisi dapat menjelma menjadi pranata social
keagaman. Maksudnya, rumusan hukum yang tidak bersifat absolute dapat di tata
selaras dengan subkultur sebuah komunitas masyarakat menurut ruang dan waktuya
dengan mengacu kepada kesejahteraan dan kebakan masyarakat tersebut. Hal ini
dapat dilakukan selama tidak kontradiksi dengan prinsip-prinsip ajaran yang
bersifat absolute (qath'i), dalil-dalil yang merupakan kaidah umum dan
prinsip-prinsip universal.
Al-adah
al-muhakakah menjadikan performance ialam sebagai agama yang dinamis dan
membumi yang selalu actual di tengah-tengah masyarakat. Islampun menjadi agama
yang mampu menjawab tantangan zaman dan tuntutan umat tanpa dibatasi ruang
waktu.
Umat
islam Indonesia juga mengenal prinsip dasar keagamaan Al-Muhafadzah Ala
Al-Qadim Al-Shalih Wa Al-Akhdzu Bi Al-Jadid Al-Aslah (upaya pelestarian
nilai-nilai yang baik di masa lalu dan melakukan adopsi nilai-nilai baru yang
lebih baik). Kaidah ini merupakan instrument bagi proses rekonsilisasi agama
dan budaya, sebagaimana maklum, agama
dan budaya merupakan dua hal yang berbeda serta mempunyai independensi
tersendiri. Agama berasal dari wahyu tuhan karena itu bersifat suci dan
permanen, sedangkan budaya adalah produk manusia yang selalu berubah dan
dinamis. Kaidah ini mampu memperkaya khazanah keagamaan sebagai implikasi dari
dialog budaya dan prinsip-prinsip keagamaan. Kaidah ini juga mampu membawa
masyarakat untuk melakukan penyerapan, antisipasi setiap perilaku hukum yang
hidup di tengah masyarakat serta setiap pergeseran kemaslahatan umat sebagai
akibat dari perkembangan ilmu pengetahua dan teknologi. Sehingga islam tidak
menjelma sebagai agama yang dnamis. Kreatif dan inofatif demi kebaikan dan
kesejahtraan masyarakat.
Selanjutnya
kaum nahdiyyin engenal kaidah al-hukmu yaduru ma'a illatihi wujudan wa adaman
(sebuah keputusan itu terkait dengan sebabnya). Maksudnya, sebuah kebijakan
yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh reasioningnya. Sehingga sebuah keputusan
tidak dapat berdiri sendiri. Ia sangat tergantung kepada alasan keputusan tersebut. Maka di internal kaum
nahdiyyin sebuah kebijakan sangat kontekstual, membumi. Ada dan tidaknya sebuah
keputusan atau hukum sangat mempertimbangkan ruang waktu.
Kaidah
lainnya adalah ma la yatimu al-wajibu illa bihi fahuwa wajib (jika seuah keharusan tidak dapat ideal
kecuali dengan unsur yang lain maka unsur yang lain juga menjadi keharusan). Maksudnya,
sebuah idealisasi harus diupayakan dengan memperhatikan factor-faktor lain yang
mempunyai keterkaitan dengannya. optimalisasi atas sesuatu secara otomatis juga
optimalisasi atas factor yang mendukungnya.
Prinsip
selanjutnya, idza ta'arada mafsadati ru'iya adzamuhuma dlararan birtikabi
akhaffihima (jika terjadi kemungkinan komplikasi yang membahayakan maka yang
dipertimbangkan adalah resiko yang terbesar degnan cara melaksanakan yang
paling kecil resikonya). kaidah ini merupakan solusi untuk menghindari resiko
buruk dengan cara menghindari langkah-langkah ideal yang berisiko tinggi.
setiap langkah kebijakan di tengah masyarakat selalu mengandung resiko. karena
itu resiko buruk harus menjadi pertimbangan degnan cara memilih kebijakan yang
mempunyai dampak buruk paling ringan.
Kaum
Nahdiyyin juga mengenal kaidah dar'u al mafasid muqaddam ala jalb al masalih (mencegah
marabahaya lebih diutamakan daripada meraih kebaikan). maksudnya, masyarakat
perlu memilih langkah menghindari bahaya daripada mengupayakan kebaikan yang
berisiko tingi. prinsip ini mendorong masyarakat untuk bertindak cermat dan
tepat sehingga aktivitas benar-benar berdampak positif, baik bagi dirinyaa
maupun orang lain.
Kaidah
yag tidak kalah pentingnya adalah tasharuf al imam manuthun bi maslahah al
ri'ayah (kebijakan pemimpin harus mengacu kepada kebaikan rakyatnya). maksudnya,
seorang penguasa merupakan penjelmaan kepentingan rakyatnya. ia bukanlah
represenasi atas dirinya. karena itu segala kebjakan yang diambil harus mengacu
kepada kepentingan rakyat yang dipimpinya.
D. Prilaku
Warga NU
Islam
ahlu sunnah wal jama'ah merupakan prinsip utama NU sedangkan formulasi khittah NU,
mabadi' khaira ummah dan beberapa qaidah fiqhiyyah di atas merupakan tafsir
atas prinsip utama yang dharapkan mampu mewujud daam kepribadian dan
perilaku-perilaku warga hadhiyyin yang berkarakter.
Perilaku
keagamaan warga NU yang menggunakan system bermadzhab memberikan spesifikasi di
bidang akidah, syari'ah dan tasawuf. dibidang akidah, warga NU mengembangkna
keseimbagan antara logika dan teks ilahiyyah, warga NU berusaha menjaga kemurna
akidah islam dari pengaruh eksternal. disampng itu warga NU memahami konsep
jalan tengah taqdir yaitu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas
ketentuan Allah sdangkan maNUsia mempunyai kewajiban untuk berusaha.
Di
bidang syari'ah, warga NU berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan hadis dengan
menggunakan metode pemahaman yang dapat dipertangggungjawabkan. hanya saja
untuk memahami dua sumber utama isalm tersebut menyadarkan diri kepada hasil
ijtihad dan bimingan para ulama. warga nahdiyyin juga mentolelir perbedaan
pendapat tentang maslah furu'iyyah dan mu'amalah ijtima'iyyah selama tidak
bertentangan dengan prinsip agama.
Di
bidang tasawuf, warga nahdiyyin mempercyai bahwa antara syari'ah harus di
dhulukan daripada tasawuf. tasawuf tidaklah identik dnegan kemujudan.
sebaliknya tasawuf mampu memberikan motifasi untuk selalu dinamis dalam mencari
tasawuf adalah penyucian hati dan pembentukan sikap mental seideal mungkin
dalam menghambakan diri kepada Allah. karena itu warga NU mengakui tarekat
mu'tabar di bawah bimbingan ulama (mursyid) sebagi salah satu acara bertasawuf.
Perilaku
warga NU juga mempunyai spesifikasi tersendiri. mereka menjunjung tinggi
norma-norma islam dengan melaksanakan, mempertahankan, membela dan melestarikan
secara ikhlas. warga NU juga berupaya mendahulukan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan, menjunjung tinggi persaudaraan. nilai-nilai
kerja dan prestasi dan ilmu pengetahuan. disamping itu warga NU menghormati
kejujuran dalam berfikir, bersikap dan bertindak.
Perilaku
politik kaum nahdiyyin adalah menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, bersikap
konstitusional dan menegakkan supermasi hukum. instrument lainnya adalah
mengembangkan mekanisme musyawarah dan mufakat, sadar akan fungsi dan posisi
diri di tengah pegaulan masyarakat. perilaku politik kaum nahdiyyin juga
dikenal dinamis, religious dan terbuka.
Perilaku
kaum nahdiyyin adalah proposional-normatif. maksudnya, kebudayaan dengan segala
manifestasinya mereka tempatkan pada posisi yang wajar. kaum nahdiyyin juga
menyikapi kebudayaan dengan ukuran nilai atau norma-norma hukum ajaran agama.
sikap kaum nahdiyyin yang objektif selektif dan memandang kebudayaaan itu
sendiri. karena iru kaum nahdiyyin tidak pernah menempatkan diri berbagai
kelompok yang berhadap-hadapan dengan kebudayaan. sebab sikap apriori hanya
akan menimbulkan sikap phobia terhadap segala hal yang beraroma kebudayaan
asing.
E. Amaliah
Nahdatul Ulama
Di antara ahlussunnah wal jama'ah adalah keberadaan Al-Qur'an yang
diyakini sebagai kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw sebagai
petunjuk dan pembimbing maNUsia. Al-Qur'an adalah kalamullah. si samping itu Al-Qur'an
juga diyakini sebagai kitab suci yang mengandung wirid, zikir dan sekaligus
do'a. doktrin ini melahirkan pemikiran dan tradisi di internal kaum nahdiyyin
untuk memuliakan Al-Qur'an dan memelihara kelestariannya. otentisitas Al-Qur'an
tersebut hingga melahirkan tradisi/amaiyah, antara lain: mempelajari dan
mengajarkan Al-Qur'an sebgamana sabda Rasullallh. "sebaik-baik kamu adalah
orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya."[13]
Ahlusunnah wal jama'ah juga mengajarkan bahwa Nabi Muhammad merupakan
rasul terakhir yang mempunyai keistimewaan. nabi Muhammad adalah pemimin para
nabi dan rasul sehingga misi dan funginya untuk semua umat manusia. Nabi Muhammad
adalah manusia biasa yang sempurna sehingga mampu berperan sebagai teladan
sekaligus panutan yang baik. doktrin ini internal kaum nahdiyyin melahirkan
pemikiran dan tradisi pemuliaan sekaligus pengalaman semua perilakuya, seperti
tradisi refleksi atas kelahiran nabi Muhammad (maulid) nabi, bacaan-bacaan
shalawat (dibaan, barzanji), penyebutan titel sayyidina di depan nama nabi
Muhammad dan lainnya. allah berfirman sesungguhnya Allah dan para malaikat
menyampaikan salam penghormatan kepada nabi (muhammad), wahai orang-orang
mukmin bershalawatlah kepadanya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.[14] Penghormatan
kaumnahdiyyin juga diberikan kepada sahabat, wali dan ulama. mereka diyakini
sebagai pribadi yang mempunyai integritas tinggi. allah berfirman "
orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka mereka
dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. itulah
kemenangan yang besar.[15]
Kaum nahdiyyin juga melakukan ritual ziarah kubur, yaitu mendatangi
kuburan untuk membaca ayat-ayat Al-Qur'an, kalimat-kalimat zikir yang
pahalannya dipersembahkan kepada orang yang diziarahi dan kaum muslimin yang
sudah meninggal. kemudian ziarah kubur di samping berfungsi sebagai perantara
(wasilah) dirinya dengan Allah juga bahan refleksi dan intropeksi diri.
[1] PP
LTN NU, Mabadi' Khaira Ummah : Materi Munas Alim Ulama NU, 1992,
Jakarta: Seketariat Jendral PBNU, hal, 77
[2] PP
LTN NU, 2004, hal, 66
[3] Majalah
Aula, 1992, 93.
[4] QS
Al-Hujurat Ayat 13.
[5] Sahal
Mahfudh, Pesantren Mencari Makna, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1999,
hal 226
[6] Ibid,
hal 226.
[7] KH
Muchit Muzadi, Mengenal Nahdlatul Ulama, Jember: Masjid Sunan Kali Jogo.
2004, hal 28.
[8] KH
Muchit Muzadi, Apa Dan Bagaimana Nahdlatul Ulama? Rumusan Hasil
Lokakarya Pemasyarkatan Khittah NU, Jakarta, 21-22 Januari 1989, Seketariat PBNU
Jakarta, Tt.
[9] KH
Muchit Muzadi. Op. Cit, hal 28.
[10]
Sahal Mahfudh, op.cit hal 227-228.
[11]
Lakpesdam NU, tt.
[12]
KH Muchit Muzadi, wawancara tertanggal 30 Nopember 2003.
[13]
HR Bukhari
[14]
QS. Al-Ahzab Ayat 56.
[15]
QS Al-Taubah ayat 100
0 komentar:
Posting Komentar